Beranda | Artikel
Rahasia Di Balik Mega Akuisisi Skype Oleh Microsoft
Selasa, 1 April 2014

Membeli Raja, Menguasai Tahta

Seberapa penting arti “komunikasi” bagi Microsoft? Penting sekali! Sampai-sampai Microsoft harus mengakuisisi Skype, pada Mei 2011, senilai US$ 8,5 miliar.

Semahal itu? Apa yang membuat Skype begitu berharga di mata Microsoft? Bagaimana mungkin sebuah perusahaan besar, yang sudah memiliki aplikasi populer—misal Windows Live Messenger dengan 330 juta pengguna aktif setiap bulan—bersedia membeli aplikasi Skype yang hanya memiliki 124 juta pengguna aktif per bulan dengan harga sekitar Rp 68 triliun?—asumsi US$ 1 = Rp 8.000.

Rp 68 triliun tentu saja “super besar” untuk sebuah aplikasi. Sebagai perbandingan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) salah satu kabupaten di Sulawesi bagian utara saja hanya sekitar Rp 500 miliar per tahun. Jumlah ini pun harus “dibagi” ratusan ribu jiwa penduduk. Bandingkan dengan Skype yang jumlah pegawainya tidak sampai 10 ribu orang. Subhanallah. Apa jadinya kalau pemilik Skype orang Indonesia? Bakal sesak devisa kita tahun ini. Ngimpi kali, ye.

Era Baru Telah Tiba

Pada 1960-1970-an, komputer adalah besi-besi raksasa super berat yang hanya bisa disederhanakan dengan satuan “ton”. Komputer di era itu memang berukuran besar. Jadi wajar pemiliknya membuatkan tempat khusus. Setelah itu, yakni era 1980-1990-an, yang disebut komputer berubah. Bukan lagi mainframe raksasa. Tapi sesuatu yang akhirnya populer dengan sebutan PC (personal computer) dan laptop. Bentuknya lebih ringkas dan bisa ditenteng ke mana saja. Dulu butuh ruang khusus, komputer era 1990-an hanya butuh tas untuk menjinjingnya.

Pada 2000-an, tepatnya 2007, setelah Apple meluncurkan iPhone, orang-orang menenteng “PC” dan “laptop” ke mana pun mereka pergi. Suka atau tidak suka, smartphone ada di genggaman ratusan juta manusia saat ini adalah PC sekaligus laptop masa depan. Smartphone punya prosesor, punya hardisk, punya memori, punya aplikasi, bahkan virus.

Tapi komputer era sekarang bisa dimasukkan ke dalam kantong. Bisa mengambil foto. Bisa internetan. Bisa SMS dan chatting. Bisa merekam dan mengedit video. Bisa memindai barcode, memainkan musik dan game. Bisa melacak jejak lari Anda. Bahkan sudah bisa diajak ngobrol—thanks for Siri in iPhone 4s.

Jangan lupa—satu lagi yang paling penting—dalam smartphone ada kata phone. Jadi, benda ini “komputer” yang bisa menghubungkan Anda dengan kolega Anda—secara natural tentunya. Singkat cerita, ini era baru. Era ponsel pintar alias smartphone. Dan saya rasa Anda tahu fungsi hakiki sebuah ponsel—untuk berkomunikasi.

Komunikasi, itulah Skype

Bila familiar dengan Skype, Anda pasti tahu tujuan utama aplikasi bernuansa biru langit ini. Tepat sekali: komunikasi! Tidak salah kalau Anda menyebut Skype pionir di bidangnya. Diluncurkan pertama kali pada 2003, Skype langsung menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu killer app—baca: aplikasi yang sangat penting, sehingga tanpanya, sebuah platform terlihat kurang berguna di bidang komunikasi.

Sebelum Skype muncul, para pengguna PC mungkin tidak pernah berbicara dan berkomunikasi menggunakan suara mereka laiknya ketika melakukannya via telepon. Tapi Skype mampu mewujudkan mimpi jutaan, bahkan ratusan juta, orang—Sykpe memiliki 600-an juta akun terdaftar—dengan “sangat” sempurna. Sempurna dalam dalam arti Anda bisa menelepon bebas, dan gratis, kepada sesama pengguna Skype, di manapun berada selama terkoneksi ke Internet. Hebat bukan?

Di dunia nyata, tidak akan ada operator yang berani memberi Anda bonus menelepon bebas tanpa syarat. Heboh kalau ada. Di Indonesia, Telkomsel mungkin langsung gulung tikar kalau begitu caranya. Tapi Skype melakukannya—dan Skype tidak gulung tikar juga?

Sekali lagi perlu ditegaskan, Skype hanya membebaskan biaya percakapan antarpenggunanya. Tapi ketika hendak menghubungi telepon rumah atau telepon genggam, pengguna Skype harus membayar—tentunya lebih murah—plus biaya koneksi Internet yang tidak gratis tentunya. So, Skype memang killer app. Tapi tetap ada “biaya pakai” juga.

Itulah mengapa Skype sangat populer di Eropa dan Amerika bagian utara. Di sana, penetrasi Internet ber-bandwith besar sangat tinggi, sehingga Skype menjadi alternatif sempurna bagi telepon biasa. Tapi di Indonesia, beda. Di sini, penetrasi Internet yang bagus belum seperti di dua benua tadi, sehingga pengguna Skype di negara kita belum mampu mencapai titik popularitas seperti Facebook atau Twitter.

Skype di Mana Saja, Termasuk di Pikiran

Sebagai sebuah software, Skype bisa disebut Opera-nya aplikasi VoIP (Voice over Internet Protocol). Skype tersedia untuk pengguna Windows, Mac, bahkan Linux. Tidak puas bercokol di tiga platform terbesar komputasi desktop, Skype juga hadir di beberapa platform mobile seperti Symbian, Brew, iOS, Android, Maemo dan Windows Phone 7.

Itulah sebabnya Skype bisa hadir di begitu banyak gadget, seperti Play Station Portable (PSP), iPad, iPhone, dan  handset berbasis Android, Maemo, Brew dan WP7. Dengan eksistensi di beberapa platform sekaligus, sadar atau tidak, Skype mampu membuat brand sekaligus jangkauan penggunanya menjadi tambah luas.

Selain Skype, sebenarnya ada cukup banyak aplikasi lain, seperti Google Voice, GoToMeeting, Apple FaceTime, Cisco WebEx, SightSpeed, Qute, Combots, Vbuzzer, ooVoo, Jajah, VoIP Buster, dan bahkan Windows Live Messenger. Tapi siapa pun tahu, Skype adalah pemimpin pasar. Dan pemimpin pasar biasanya ada di kepala setiap orang. Dan apa-apa yang ada di kepala setiap orang cenderung menarik perhatian Microsoft.

Karena, seperti sering disitir oleh Bill Gates dan Steve Ballmer, tujuan utama Microsoft adalah menjadi penguasa pasar di setiap lini bisnis yang dimasukinya. Bukan menciptakan sebuah produk sebagus-bagusnya ala Steve Jobs dengan timnya di Apple. Dengan kata lain, jika mereka masuk ke dalam bisnis pencarian, mereka ingin mendepak Google dari tahtanya. Sama seperti di dunia DBMS (Database Management System), Microsoft selalu ingin mendepak Oracle dari singgasananya.

Dalam beberapa percobaan, Microsoft sering berhasil—misal pembelian Hotmail senilai US$ 400 juta sempat membuat Microsoft merajai dunia layanan e-mail gratis berbasis web. Tapi kadang nasib perusahaan yang berbasis di Seattle ini tidak selalu baik. Jadi, tidak selamanya menjadi penguasa pasar.

Namun, untuk pembelian aplikasi VoIP hasil karya programmer Estonia ini, suka atau tidak, Microsoft akan langsung naik podium. Tanpa harus bekerja keras dan menghamburkan uang untuk membangun brand. Atau sibuk mencari rekanan seperti yang sudah dipertontonkannya ketika menghadapi Google di ranah mesin pencari. Cukup benamkan banyak uang, Microsoft pun menang.

Microsoft Baru Saja Membeli “Raja”

Di dunia aplikasi VoIP, Skype adalah rajanya—jadi, Microsoft membeli “raja” . Berdasarkan riset TeleGeography pada 2009, Skype adalah penyedia jasa nomor satu komunikasi antarnegara (international calls). Skype, aplikasi buatan perusahaan IT dari Eropa, menyumbang sekitar 54 miliar menit percakapan dari total 406 miliar yang terjadi. Jumlah ini 13% dari semua jumlah percakapan internasional. Naik sekitar 5% dibandingkan hasil penelitian sebelumnya yang hanya menyumbang 8% dari total percakapan internasional.

Eksistensi Skype selaku pemain baru bisnis percakapan internasional membuat banyak vendor penyedia jasa telekomunikasi regular gusar. Wajar.

Mengapa Mahal?

Saya mencoba memahami nilai akuisisi Skype oleh Microsoft. Boleh jadi, Rp 68 triliun bukanlah harga aplikasinya secara teknis. Tapi popularitas brand sekaligus status yang sudah digenggam Skype saat ini. Itulah yang mahal.

Kalau Microsoft mau, rasanya mereka tidak akan kesulitan membuat aplikasi yang mampu menyamai fungsi Skype. Tapi sekali lagi, Microsoft tidak membeli aplikasi. Ia membeli brand, ratusan juta pengguna aktif Skype, dan mungkin saja … masa depan teknologi komunikasi yang akan ia terapkan ke seluruh platform dan gadget yang sudah familiar dengan teknologi Skype.

Dengan Skype, Microsoft seakan memiliki jalan tol alias jalan bebas hambatan untuk masuk ke platform milik orang lain seperti iOS, Android, Symbian, Brew, Maemo, dan sebagainya. Untuk perusahaan yang selalu ingin menjadi penguasa pasar, saya kira Microsoft sudah bermain cantik.

Last but not least. Dilihat dari kacamata bisnis, tampaknya Microsoft sudah melakukan pembelian cerdas. Tapi apakah akan berhasil? Kita tunggu saja. Manusia hanya bisa memprediksi. Hasilnya kehendak Allah!***

*Penulis adalah sarjana Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada. Salah satu cita-citanya ingin masuk surga dengan bantuan teknologi informasi.

Boks: Membeli Raja, Memimpin Pasar (jika masih ada space, ya)

  • Microsoft mengakuisisi Skype dengan harga yang mahal: sekitar Rp 68 triliun (!), karena korporasi ini menganggap penting arti komunikasi. Tentu saja juga bisnisnya, karena Skype-lah yang membuat para pengguna PC berbicara dan berkomunikasi layaknya bertelepon—dan gratis (!)—di mana pun berada selama terkoneksi ke Internet.
  • Skype adalah pemimpin pasar. Dan pemimpin pasar biasanya ada di kepala setiap orang. Dan apa-apa yang ada di kepala setiap orang cenderung menarik perhatian Microsoft. Tujuan utama Microsoft adalah menjadi penguasa pasar di setiap lini bisnis yang dimasukinya. Bukan menciptakan sebuah produk sebagus-bagusnya, sekaligus untuk mendepak pesaing dari tahtanya. Ini juga tujuan utamanya membeli Skype.
  • Di dunia aplikasi VoIP, Skype adalah rajanya—jadi, Microsoft membeli “raja” . Dengan membeli Skype, Microsoft sekaligus membuat gusar para pemain bisnis percakapan internasional dan vendor penyedia jasa telekomunikasi.
  • Kalau nilai akuisisi Skype demikian mahal, itu karena yang dibeli adalah popularitas brand Skype, sekaligus para penggunanya dan masa depan teknologi komunikasi yang akan ia terapkan ke seluruh platform dan gadget yang sudah familiar dengan teknologi Skype.
  • Dengan membeli Skype, Microsoft seakan memiliki jalan tol alias jalan bebas hambatan untuk masuk ke platform milik para pesaingnya. Untuk perusahaan yang selalu ingin menjadi penguasa pasar, Microsoft telah bermain cantik dengan mengakusisi Skype. Microsoft melakukan pembelian cerdas.

[Wim/Majalah PM]

Ingin berlangganan majalah Pengusaha Muslim:

Klik Tautan Ini

Atau

Hubungi:

e-mail: [email protected]

HP: 081567989028

Hadir Juga E-Magazine [Majalah Pengusaha Muslim Digital] Klik Tautan


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/2989-rahasia-di-balik-1586.html